Kamis, 19 Agustus 2010

PEREMPUAN ITU…

Februari, 2010

Di suatu malam yang gelap. Aku tertegun memandang langit yang gelap. Teringat kembali masa lalu ku yang miris bila diingat. Sangat pahit dan gelap. Namaku Riko. Banyak orang mengatakan, aku beruntung memiliki wajah yang tampan. Tapi aku mengaggap hanya pujian biasa yang tidak terlalu memotivasi ku untuk memiliki “simpanan”.
Aku terlahir di keluarga yang berpunya. Bahkan bisa di bilang lebih. Ayahku seorang pengusaha kaya raya. Hidupku sangat senang, apapun yang ku inginkan selalu di turuti. Di usiaku yang ke 6, ibuku melahirkan seorang bayi laki-laki yang di beri nama billy, dia adik baru ku. Cukup senang, karena selama ini aku kesepian menjadi anak tunggal. Dan di usiaku yang ke 13, ayahku mengalami bangkrut. Yang membuat hidupku dan keluargaku kecilku berubah drastic. Hanya karena ayahku yang sedang khilaf. Dia bilang dia musyrik. Karena dia di tipu oleh seorang dukun jalanan. Ayahku di suruh membeli sebuah kendi yang katanya sakti, dan bisa membuat harta ayahku makin berlimpah. Tapi bukannya melimpah, kami sekeluarga malah jatuh miskin. Padahal pada saat itu ibuku sedang mengandung 9 bulan adikku yang kedua. Kami sekeluarga menumpang di rumah paman ku, karena rumah kami sudah di sita bank.
Ayahku kini menjadi luntang lantung, tidak jelas pekerjaannya apa, terkadang dia bisa menjadi kuli bangunan. Miris aku melihatnya. Sedangkan ibuku sepertinya terlihat stress berat, mungkin dia belum bisa menerima kenyataan bahwa kami sekarang adalah orang yang sangat miskin. Akhirnya ibuku melahirkan juga. Melahirkan bayi yang sehat dan cantik. Aku yang memberikan nama, ku beri nama Ikha. Tapi percuma saja, Ikha tidak bisa merasakan enaknya hidup jadi orang kaya seperti kehidupan ku yang dulu.
Entah mangapa ada gejolak dalam diriku yang memaksaku untuk membantu keuangan kedua orang tuaku. Mungkin karena aku adalah anak pertama dan aku seorang laki-laki. Aku merasa memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Karena aku merasa, kedua orang tuaku sudah tidak peduli lagi padaku dan adik-adikku. Terkadang aku meminjam uang pada teman-teman sekolahku untuk membiayai makan kedua adikku. Billy, adikku akhirnya putus sekolah. Karena memang ayah ku tak peduli lagi dengan nasib kita. Pada saat itu aku sangat membenci ayahku. Aku dendam padanya, ini semua gara-gara dia. Ibuku, pergi meninggalkan kami. Mungkin karena dia tidak betah.

Akhirnya, aku mendapat tawaran kerja oleh teman-teman sekolahku. Langsung saja aku menerima pekerjaan itu tanpa pikir panjang. Dengan seorang temanku aku di bawa ke sebuah gudang yang mereka sebut itu markas. Aku di pertemukan oleh seorang laki-laki, tidak terlalu tua, mungkin umurnya 20 tahun. Yang sangat mengagetkan dia menawari ku untuk mengedarkan sabu-sabu. Aku akan dapat upah yang banyak bila aku berhasil menjual 3 gram sabu-sabu pada teman sekolahku. Pada saat itu pikiran ku benar-benar kacau, aku langsung menerima pekerjaan itu. Tetapi sebelumnya aku sudah di suguhi ½ gram sabu-sabu oleh laki-laki yang kami panggil bos. Cukup tenang pikiran ku sehabis memakai itu. Malah bisa di bilang aku sudah kecanduan.
Setelah satu minggu aku berhasil mengedarkan sabu-sabu, dan aku di beri upah 1 juta rupiah. 500 ribu ku pakai untuk membiayai adik-adikku dan sisanya kupakai untuk membeli barang haram itu. Begitu seterusnya sampai aku berumur 16 tahun. Dan aku bisa membiayai adik dan orang tuaku. Setidaknya untuk makan sehari-hari dan melunasi cicilan motor. sampai pada suatu hari, terdengar kabar burung bahwa si bos, telah tertangkap, dan aku menjadi salah satu buronan polisi. Aku langsung mangambil tindakan yang cepat, aku sekeluarga meninggalkan kota itu, aku pindah ke kota tetangga. Dengan menggunakan sisa uangku yang pas-pasan aku mengontrak rumah. Aku pun pindah sekolah di sebuah SMA swasta terkenal di kota itu. Biaya sekolah disana cukup mahal.
Semenjak pindah, aku tidak pernah mengedarkan barang haram itu lagi. Tetapi aku masih saja menggunakan barang haram itu, hanya untuk kesenangan sesaat. Terkadang aku sampai hutang pada temanku hanya untuk membeli barang itu.
Sudah 1 tahun aku tinggal di kota ini, sekarang aku sudah duduk di kelas 2 SMA. Aku sedang butuh uang untuk membeli “barang” sampai pada akhirnya, aku sekelas dengan seorang laki-laki yang bisa dibilang banci. Seperti banci-banci lainnya dia mempunya sikap seperti perempuan, namanya Hadi. Hadi mempunyai 4 sahabat karib, keempat-empatnya perempuan. Diantara keempat perempuan itu, aku tertarik dengan salah satunya, namanya Vira, dia tidak cantik, dia manis. Bodynya bisa di bilang gemuk. Tapi entah mengapa aku suka dengan dia, tingkahnya, cara dia berbicara terlihat cerdas. Dan aku suka itu. Tapi tidak mungkin dia mau denganku, karena Vira adalah anak orang kaya. Bahkan banyak yang bilang dia adalah siswa terkaya di sekolahku. Sedangkan aku siswa termiskin. Apa pantas aku dengan dia?
Suatu hari aku mendapat telpon dari Hadi. Dia menawarkan aku pekerjaan. Bukan pekerjaan sembarangan. Awalnya aku berpikir ini dosa, karena ini adalah zina. Tapi aku tidak mau mekirkan dosa dulu. Yang aku pikirkan hanya uang. Aku terus bekerja bersama Hadi menjadi seorang gigolo. Tetapi aku bukan bersama tante girang, aku menjadi gigolonya Hadi. Teman ku sendiri. Setiap minggu aku di berinya uang. Lumayan untuk menyambung hidup. Di sekolah beredar gossip bahwa aku seorang homo. Saat aku mendengar itu, aku sangat marah, aku sangat tersinggung. Entah dapat kabar dari mana orang-orang itu. Aku berusaha untuk membersihkan nama baikku. Tapi yang ada aku malah terlibat perkelahian dengan anak kelas sebelah. Dan namaku tercatat di buku hitam sekolah.
Suatu hari, Vira, sahabat Hadi, memanggilku di depan kelas. Dan tak kusangka, dia menyatakan cinta padaku. Betapa bahagianya aku suka padanya. Tapi yang ada dalam pikiranku aku takut kalau dia tidak bisa  menerima aku apadanya. 1 minggu kujalani bersama dia. Entah tarikan apa yang mendorongku untuk menceritakan padanya bahwa aku adalah mantan pengedar sabu-sabu dan seorang pemakai narkoba. Kuceritakan semua, sebab akibat, mengapa aku sampai memakai barang haram itu. Aku sudah menerima resikonya bahwa Vira akan meninggalkan aku karena masalah ini. Tapi ternyata tidak, bukannya marah  Vira malah barkata “kenapa harus aku yang tau kenyataan mu yang sakit ini. Kenapa bukan pacar-pacarmu yang dulu?” terlintas di benakku bahwa dia menyesal, dan aku berkata “jadi kamu nyesal?” dan vira terdiam, sambil menatapku denga senyum manisnya. “aku nggak nyesal pacaran sama kamu. Aku hanya bertanya pada tuhan. Apa Tuhan sengaja menempatkan aku di posisi seperti ini, untuk menjadi penuntun mu. Atau mungkin ini cobaan buat aku. Tapi aku yakin, Tuhan membuat kita saling jatuh cinta pasti ada tujuannya.” Vira tersenyum, lalu memelukku erat. “aku sayang kamu Riko”
Kusadari baru pertama kali aku bertemu perempuan setegar ini. Di tengah masalahnya yang cukup berat, dia masih bisa memikul masalahku yang cukup berat ini. Dan dia berhasil, membuat aku berhenti untuk menjadi pemakai narkoba. Sudah 5 bulan aku tidak pernah menyentuh barang haram itu, dan tentunya aku juga sudah meninggalkan pekerjaan ku sebagai seorang gigolo. Itu semua karena motivasi Vira. Dialah penyemangat hidupku.  Aku mulai mencari pekerjaan yang halal. Dengan bantuan dari vira, aku cukup dapat pekerjaan dan uang yang bisa mencukupi biaya sekolahku dan adik-adikku. Ayah ku kini, bekerja sebagai cleaning service di sebuah kantor.
Sudah 1 tahun aku menjalin hubungan dengan Vira. Hari-hari kulalui begitu indah dengan hadirnya Vira di sampingku. Aku sangat mengaggumi sosok Vira. Dia seorang perempuan cerdas. Bahkan tidak secerdas gadis 16 tahun biasanya. Dia cukup tegar. Tidak pernah aku melihat dia menangis. Semua masalah yang dia hadapi dia bisa netralkan dengan positive thingkingnya. Seperti itu pula dia membuatku lebih tenang dengan masalah-masalahku. Dia bukan seorang gadis feminim yang pendiam. Malah sebaliknya. Dia seoranng gadis ceria yang sangat aktif. Dia juga cerewet dalam segala hal. Dan aku suka itu.
Akhirnya pada suatu  hari, aku menceritakan salah satu pengalam pahitku menjadi seorang gigolo. Aku memberanikan diri untuk bercerita dengannya. Karena aku tidak bisa bohong dengannya. Walaupun itu aib ku sendiri. Entah kenapa aku percaya pada Vira. Saat ku ceritakan semuanya, kulihat Vira menangis. Untuk pertama kalinya selama kami pacaran. Aku melihat dia menangis. Aku sangat menyesal telah mneceritakan hal itu. Dia mentapku, tersenyum, sambil berkata “akhirnya.. akhirnya kamu ceritakan ini juga sama aku. Sudah lama ku menunggu kamu menceritakan hal ini sama aku. Karena aku mau kamu menceritakan sendiri sama aku, bukan aku yang harus memancing kamu untuk berbicara.” Aku terkejut. “kamu sudah tau?!” “ iya, aku sudah tau. Dari awal kita pacaran aku sudah tau.” Saat itu aku benar-benar malu dengan diriku sendiri. “kenapa kamu mau pacaran sama aku? Aku ini hina!” tak sadar aku meneteskan air mata. Vira berdiri dari duduknya, lalu dia memeluk ku. “aku, bukan perempuan pengecut, yang meninggalkan pacarnya dalam keadaan terpuruk. Kamu ingat kan, aku pernah bilang, Tuhan pasti punya tujuan sendiri saat menyatukkan kita. Ternyata benar.” Aku berdiri. Kupeluk Vira dengan eratnya. Saat itu aku benar-benar yakin, Vira benar-benar sosok perempuan yang kucari. Perempuan yang menerima aku apa adanya. Dia menjadikan kekuranganku sebagai motivasinya untuk mendukungku untuk bangkit kembali dari keterpurukanku. Dia seperti penuntun jalanku. Aku tak akan melepaskannya. Karena perempuan itu adalah perempuan cerdas yang sangat tegar.

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...