Minggu, 25 September 2011

Ahmadiyah “Banting Tulang”


Apa jadinya jika kebebasan kepercayaan anda dikekang oleh oknum tertentu? Apa jadinya juga jika anda beribadah tiba-tiba terjadi penyerangan dari oknum yang bertindak radikal?

            Suasana rumah di Jalan Annuang terasa berbeda. Di sudut jalan itu terdapat sebuah rumah dengan pagar yang dipasang frontline (garis batas, red) polisi.  Pagarnya tertutup rapat dengan  rantai yang terikat dikunci pagar. Sekilas, tempat itu tidak berbeda dengan rumah yang lain. Yang membedakan rumah itu adalah diatasnya terdapat tulisan “aku bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan meyakini bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah”(dalam tulisan arab, red).  Rumah itu adalah Masjid An-Nushrat Ahmadiyah.
Ternyata Pemasangan garis polisi sebenarnya sudah dilakukan sejak penyerangan yang dilakukan massa Front Pembela Islam (FPI) ke markas tersebut, atau bersamaan ketika Panglima FPI ditangkap. Katanya penyegelan dilakukan agar jemaah Ahmadiyah tidak melakukan aktivitas yang bisa memancing reaksi dari masyarakat.
Kala itu, Sabtu (29/1) puluhan anggota Front Pembela Islam (FPI) cabang Makassar, Sulawesi Selatan, menduduki markas Ahmadiyah di Jalan Anoang. Aksi ini sebagai bentuk perlawanan terhadap jemaah Ahmadiyah yang dianggap menodai ajaran Islam. Aksi ini berujung pengrusakan kaca serta alat-alat rumah. Hal ini tentu saja menimbulkan ketakutan kepada jemaah ahmadiyah yang kala itu sedang melakukan rapat. Ini adalah penyerangan ketujuh kali dalam empat bulan terakhir
Kendati di dalam Masjid itu masih terdapat sebuah mobil yang diparkir di halaman masjid. Jamaah Ahmadiyah yang akan ke masjid itu harus melalui bagian samping untuk bisa masuk ke dalam. Itupun mereka tidak boleh lama atau berkumpul di dalam mesjid.
Konon katanya, FPI melakukan pengrusakan akibat legalitas dari Ahmadiyah belum ada dan dianggap tidak sesuai dengan ajaran islam. Naas memang jika keyakinan yang dianut diganggu gugat oleh orang lain. Seperti yang dikatakan seorang ibu yang menganut paham ahmadiyah “saya meyakini  ahmadiyah,” ungkapnya.
Disisi lain, Majelis Ulama Indonesia membuat sebuah keputusan melalui voting (pemungutan suara, red) yang menfatwakan bahwa ahmadiyah adalah aliran yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Dengan begitu segala aktivitas yang diadakan oleh ahmadiyah adalah haram.  
Melihat hal ini, para ulama ahmadiyah tidak tinggal diam melihat peristiwa ini.  Mereka telah melakukan berbagai cara untuk memahamkan masyarakat yang menganggap ahmadiyah tidak sesuai dengan ajaran islam. Mulai dengan meminta kepada Gubernur untuk mengeluarkan surat permohonan tidak melarang aktivitas ahmadiyah di wilayah Sulawesi-Selatan, melakukan diskusi serta dakwah.
Ketika ditanya mengenai setelah penyerangan FPI, mereka menganggap itu adalah sebuah ujian untuk lebih ber-empati lagi. Mereka menganggap orang islam lainnya adalah saudara bagi mereka. Kalau pun ada yang menganggap mereka minoritas tetapi tidak bagi mereka.
Bukan hanya petinggi ahmadiyah, para Mubaligh setiap daerah seperti Suwandi, yang berasal dari Luwu Timur merasa perlu juga untuk memahamkan Ahmadiyah kepada orang yang menganggap mereka tidak sesuai ajaran islam. Langkah yang diambil adalah dengan melakukan kunjungan terhadap pesantren dan memahamkan mereka bagaimana sebenarnya Ahmadiyah itu. “Kami hanya memberikan pemahaman kepada mereka supaya tidak salah berpikir dan kami tidak pernah sedikitpun mengajak mereka untuk mengikuti  kami,” ujarnya.
Muballigh ini pun mengatakan bahwa untuk mengklaim suatu paham jangan mendapatkan informasi yang setengah matang. Oleh karena itu banyak masyarakat yang salah paham terhadap ahmadiyah. “Saya sangat mengharapkan adanya diskusi mengenai ahmadiyah sehingga tidak ada lagi kesalah pahaman tentang ahmadiyah,” tutupnya.
Memang persoalan ini sangat penting untuk diketahui. Jangan hanya menganggap apa yang diyakini itu adalah kebenaran mutlak sehingga keyakinan orang lain yang berselisih dengannya dianggap salah. Dibutuhkan adanya informasi yang lebih mendalam untuk menyudutkan suatu agama.

by : kelompok 3 Alumni Erkshop Jurnalisme Keberagaman SEJUK

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...