Apa jadinya jika
kebebasan kepercayaan anda dikekang oleh oknum tertentu? Apa jadinya juga jika
anda beribadah tiba-tiba terjadi penyerangan dari oknum yang bertindak radikal?
Suasana rumah di Jalan Annuang terasa
berbeda. Di sudut jalan itu terdapat sebuah rumah dengan pagar yang dipasang frontline (garis batas, red) polisi. Pagarnya tertutup rapat dengan rantai yang terikat dikunci pagar. Sekilas,
tempat itu tidak berbeda dengan rumah yang lain. Yang membedakan rumah itu adalah
diatasnya terdapat tulisan “aku bersaksi tidak ada Tuhan yang berhak disembah
kecuali Allah dan meyakini bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah”(dalam
tulisan arab, red). Rumah itu adalah Masjid An-Nushrat Ahmadiyah.
Ternyata Pemasangan garis polisi sebenarnya
sudah dilakukan sejak penyerangan yang dilakukan massa Front Pembela Islam
(FPI) ke markas tersebut, atau bersamaan ketika Panglima FPI ditangkap. Katanya
penyegelan dilakukan agar jemaah Ahmadiyah tidak melakukan aktivitas yang bisa
memancing reaksi dari masyarakat.
Kala itu, Sabtu (29/1) puluhan anggota
Front Pembela Islam (FPI) cabang Makassar, Sulawesi Selatan, menduduki markas
Ahmadiyah di Jalan Anoang. Aksi ini sebagai bentuk perlawanan terhadap jemaah
Ahmadiyah yang dianggap menodai ajaran Islam. Aksi ini berujung pengrusakan
kaca serta alat-alat rumah. Hal ini tentu saja menimbulkan ketakutan kepada
jemaah ahmadiyah yang kala itu sedang melakukan rapat. Ini adalah penyerangan
ketujuh kali dalam empat bulan terakhir
Kendati di dalam Masjid itu masih
terdapat sebuah mobil yang diparkir di halaman masjid. Jamaah Ahmadiyah yang
akan ke masjid itu harus melalui bagian samping untuk bisa masuk ke dalam.
Itupun mereka tidak boleh lama atau berkumpul di dalam mesjid.
Konon katanya, FPI melakukan pengrusakan
akibat legalitas dari Ahmadiyah belum ada dan dianggap tidak sesuai dengan
ajaran islam. Naas memang jika keyakinan yang dianut diganggu gugat oleh orang
lain. Seperti yang dikatakan seorang ibu yang menganut paham ahmadiyah “saya
meyakini ahmadiyah,” ungkapnya.
Disisi lain, Majelis Ulama Indonesia
membuat sebuah keputusan melalui voting
(pemungutan suara, red) yang menfatwakan bahwa ahmadiyah adalah aliran yang
tidak sesuai dengan ajaran islam. Dengan begitu segala aktivitas yang diadakan
oleh ahmadiyah adalah haram.
Melihat hal ini, para ulama ahmadiyah
tidak tinggal diam melihat peristiwa ini.
Mereka telah melakukan berbagai cara untuk memahamkan masyarakat yang
menganggap ahmadiyah tidak sesuai dengan ajaran islam. Mulai dengan meminta kepada
Gubernur untuk mengeluarkan surat permohonan tidak melarang aktivitas ahmadiyah
di wilayah Sulawesi-Selatan, melakukan diskusi serta dakwah.
Ketika ditanya mengenai setelah
penyerangan FPI, mereka menganggap itu adalah sebuah ujian untuk lebih ber-empati
lagi. Mereka menganggap orang islam lainnya adalah saudara bagi mereka. Kalau
pun ada yang menganggap mereka minoritas tetapi tidak bagi mereka.
Bukan hanya petinggi ahmadiyah, para Mubaligh
setiap daerah seperti Suwandi, yang berasal dari Luwu Timur merasa perlu juga
untuk memahamkan Ahmadiyah kepada orang yang menganggap mereka tidak sesuai
ajaran islam. Langkah yang diambil adalah dengan melakukan kunjungan terhadap
pesantren dan memahamkan mereka bagaimana sebenarnya Ahmadiyah itu. “Kami hanya
memberikan pemahaman kepada mereka supaya tidak salah berpikir dan kami tidak
pernah sedikitpun mengajak mereka untuk mengikuti kami,” ujarnya.
Muballigh ini pun mengatakan bahwa untuk
mengklaim suatu paham jangan mendapatkan informasi yang setengah matang. Oleh
karena itu banyak masyarakat yang salah paham terhadap ahmadiyah. “Saya sangat
mengharapkan adanya diskusi mengenai ahmadiyah sehingga tidak ada lagi kesalah
pahaman tentang ahmadiyah,” tutupnya.
Memang persoalan ini sangat penting
untuk diketahui. Jangan hanya menganggap apa yang diyakini itu adalah kebenaran
mutlak sehingga keyakinan orang lain yang berselisih dengannya dianggap salah. Dibutuhkan
adanya informasi yang lebih mendalam untuk menyudutkan suatu agama.
by : kelompok 3 Alumni Erkshop Jurnalisme Keberagaman SEJUK
0 komentar:
Posting Komentar