Minggu, 25 September 2011

Iuran Tanpa Landasan



Saat mengurus KRS semester lalu, beberapa Jurusan membuat aturan tambahan yaitu membayar iuran himpunan. Ternyata penyetoran iuran ini tidak mendapat restu dari rektorat. 

Awal Semester genap Tahun Ajaran (TA) 2011 telah dimulai, aktivitas perkuliahan pun telah berjalan seperti biasanya. Kegiatan himpunan yang sempat tersendat, kini mulai jalan lagi sepulangnya para anggota dari aktivitas liburnya. Namun disela-sela liburan, ada saja lembaga yang mempersiapkan kegiatanya untuk mencari dana.
Contohnya saja di Himpunan Mahasiswa Sastra Asia Barat (Himab) Untuk mendapatkan dana kegiatan mereka mengajukan berbagai proposal ke berbagai Instansi. Dan bahkan untuk mencukupi dana yang kurang, pada saat pengurusan Kartu Rencana Studi (KRS) semester lalu mereka meminta kerjasama dengan Jurusan untuk memungut iuran himpunan.
 Hal itu seketika menjadi aturan di Jurusan itu karena pembayaran iuran itu dilegitimasi oleh Jurusan. Sebut saja Linda, mahasiswa Jurusan Sastra Ingris, angkatan 2009 ini saat mengurus KRS di Jurusanya semester lalu, Linda harus melunasi terlebih dahulu iuran di Himpunannya. Nah, kuitansi pembayaran iuran itulah yang nantinya menjadi ‘tiket’ untuk mendapatkan tanda tangan Ketua Jurusan.
Fenomena pencampuran antara urusan akademik dan lembaga kemahasiswaan lewat iuran himpunan ini tidak hanya terjadi di Jurusann Sastra Inggris saja. Hampir semua Jurusan di lingkup Fakultas Ilmu Budaya pun memberlakukan hal serupa. Misalnya  Jurusan Sastra Daerah, Sastra Jepang, dan Sastra Asia Barat. Setelah ditelusuri lebih lanjut, beberapa Jurusan di luar FIB pun memberlakukan hal serupa. Seperti yang terjadi di Fakultas Pertanian, Fakultas Peternakan, dan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik.
Iuran himpunan yang dikaitkan dengan pengurusan KRS ini sudah lama berlaku. Aturan tersebut diakui oleh Drs Husain Hasyim M Hum. Ketua Jurusan Sastra Inggris ini mengungkapkan bahwa sebenarnya tidak ada aturan tertulis yang menjelaskan hal ini. Namun merupakan kesepakatan bersama antara Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dengan pihak Jurusan. Ketua Jurusan Ilmu Sejarah, Dr Bambang Sulistyo M Hum juga mengatakan hal senada ”sepanjang iuran itu tidak memberatkan dan merupakan hasil persetujuan bersama hal itu sah–sah saja,” tuturnya.
 Sebenarnya tujuan dari aturan ini adalah agar pemungutan iuran dapat dengan mudah dilakukan. Bendahara himpunan tidak perlu repot menagih karena mahasiswa sendiri yang datang membayar, sebab jika tidak membayar otomatis KRS mereka tidak akan ditandatangani Ketua Jurusan. Iuran tersebut nantinya akan masuk dalam kas lembaga dan digunakan sebagai dana operasional himpunan. Muhammad Hasrul Hamzah, Ketua Himpunan Mahasiswa Sastra Arab angkat suara tentang ini. “Iuran tersebut nantinya digunakan untuk keperluan sehari–hari himpunan dan juga digunakan sebagai dana awal jika himpunan mengadakan kegiatan,” katanya. Andi,  ketua  Ikatan Mahasiswa  Sastra  Daerah juga sependapat dengan Hasrul. “Dengan iuran tersebut, kami tidak perlu harus menunggu cairnya  dana dari fakultas,” tambahnya.
Minimnya dana dari fakultas tampaknya menjadi alasan beberapa HMJ menarik iuran dari anggotanya. Terkait seretnya dana, Drs. M.Amir P. M.Hum selaku wakil dekan II Fakultas Ilmu Budaya (FIB) mengakui hal ini. Diutarakan oleh Amir bahwa untuk FIB sendiri dana yang dikucurkan untuk lembaga mahasiswa memang terbatas. Dana ini untuk seluruh kegiatan lembaga kemahasiswaan yang berasal dari delapan Jurusan di FIB. “Belum lagi dana untuk UKM-UKM dan lembaga tingkat fakultas (BEM dan Maperwa), jadi dana memang tidak cukup untuk menutupi seluruh kebutuhan dana himpunan mahasiswa,” tutur Amir.
Mahasiswa memang tidak merasa keberatan membayar iuran. Toh nantinya dana itu akan mereka gunakan juga jika ada kegiatan lembaga. Seperti diungkapkan oleh mahasiswa Jurusan Sastra Daerah bernama Fuad. Mahasiswa  angkatan 2010 ini secara finansial tidak merasa terbebani dengan adanya iuran tersebut. Pendapat  senada juga dilontarkan Yusuf, “Yang penting digunakan dengan baik dan tidak diselewengkan.” tutur mahasiswa Jurusan Produksi Ternak angkatan 2009.
Meskipun demikian, aturan tetaplah aturan yang harus mempunyai legitimasi. Pencampur-adukan urusan lembaga kemahasiswaan dan akademik seharusnya tidak boleh terjadi. Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian, Prof Dr Ir Itji Diana Daud MS angkat bicara terkait fenomena ini. Menurutnya  hal tersebut tidak dapat dibenarkan. “Urusan akademik tidak boleh dicampur-adukkan dengan urusan himpunan mahasiswa,” ungkapnya.
Ternyata pengikutsertaan iuran dalam pengurusan KRS yang dilegetimasi oleh Jurusan ini ternyata dilakukan tanpa SK dari rektor. Menanggapi hal ini, Wakil Rektor I, Prof Dr Dadang A Suriamiharja, menyatakan hal ini tidak dibenarkan karena tidak ada aturan yang membolehkan hal tersebut. “Kami bekerja atas SK Rektor, jadi jika tidak ada SK Rektor artinya hal itu tidak dibenarkan.” tegasnya. Lebih lanjut Dadang menghimbau pihak fakultas untuk segera mengambil tindakan untuk menyelesaikan permasalahan ini. (Ran,Een/Hsp)


0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...