Jumat, 05 Mei 2017

1000 Guru Sulbar; Surga Kebahagiaan yang Selalu Ada

Horas!!! halo.. saya kembali lagi dari tidur yang saaaangat panjang. Blog ini sudah lama tak dibelai oleh si empunya, hehe.. karena kesibukan dan berbagai kegiatan yang ada di depan mata. Dan akhir-akhir ini lebih sering memunculkan tulisan di koran daripada blog. But let’s start again and forgive me..

Dalam postingan saya kali ini akan menceritakan tentang pengalaman saya mengikuti satu kegiatan yang sebenarnya sudah ingin saya ikuti sejak tahun 2015 lalu. Nama kegiatannya adalah TnT.. What’s that?
TnT merupakan kepanjangan dari Traveling and Teaching. Program ini berasal dari komunitas 1000 Guru. Nah.. kali ini saya mengikuti kegiatan TnT yang diadakan oleh 1000 Guru Sulbar. Dan topik yang saya ingin ceritakan adalah kegiatan TnT #6 1000 Guru Sulbar. Let’s check it out..

Perkenalan dengan 1000 Guru Sulbar
Sebelum Sulbar menjadi regional dari 1000 Guru, saya pernah mendengar komunitas ini dari teman saya, Indra yang pernah mengikuti 1000 Guru di Sulsel. Berbekal pengalamanya, di tahun yang sama kami mengadakan pertemuan pertama untuk pembentukan panitia untuk mengadakan TnT perdana di Sulbar. Waktu itu Kak Appi, Ketua 1000 Guru Sulsel datang ke Polewali Mandar untuk pertama kalinya memperkenalkan 1000 Guru kepada kami. Dan saya pun terpilih menjadi Bendahara. Namun berjalan beberapa minggu karena satu dan lain hal saya tidak bisa mengikuti kegiatan TnT pertama (I have an Accident and gone to jakarta for two months).  TnT pertama yang saya ikuti yaitu TnT #3 yang diadakan di Tameroddo, Majene. Ini adalah awal kecintaan saya dengan TnT.



Sempat ragu ikut lagi? Yes i do. Dulunya sempat ragu untuk ikut lagi karena kantor saya selalu mengadakan lembur saat weekend. Namun, keraguanku luntur dan mendapat keyakinan untuk ikut lagi. Pernah ada teman bertanya kepada saya, untuk apa ikut kegiatan semacam ini? Lalu saya menjawab, untuk menjadi pegawai biasa itu terlalu mainstream. Saya tidak mau menjadi pegawai biasa dan tidak berbuat apa-apa dengan keadaan anak-anak sekarang yang sudah pernah saya lihat ketika TnT #3. Jadilah saya mendaftar di TnT berikutnya hingga akhirnya TnT yang diadakan di Dusun Cocci Kec Pamboang Kab Majene.



Tentu bukan dari kalangan pegawai kantoran saja yang ikut, saya bersama dengan orang-orang hebat yang memantapkan dirinya untuk ikut dalam kegiatan TnT ini. Salah satunya pengusaha, PNS, Dokter, Fasilitator, Admin, Mahasiswa, Perawat dan masih banyak lagi. Berawal Dari Hati, Berbagi Untuk Anak Negeri, itulah modal awal yang kami punya para volunter. Komunitas ini telah membuka pikiran kami tentang anak-anak yang berada di pelosok nusantara yang tidak tersentuh oleh teknologi. Bagaimana tidak, langkah untuk bergabung bersama komunitas ini meyakinkan saya bahwa hati nurani dan pengorbanan menjadikan landasan utama saya untuk terjun langsung bersama orang-orang hebat di dalamnya. Hanya satu tujuan yang sama yaitu mengajar sekaligus berbagi kebahagiaan di pedalaman Indonesia.

Sasaran sekolah yang ditujupun bukan main pedalamannya, kenapa harus di pedalaman? Disitulah tantangannya. Kondisi pendidikan di Indonesia belum merata, para pemuda di Indonesia harus tahu bahwa jauh di pelosok sana banyak generasi penerus bangsa yang pantas mendapatkan pendidikan yang lebih layak.

Perjalanan Menuju Dusun Coci

Seperti yang saya ceritakan tadi bahwa kali ini saya akan menceritakan lebih banyak tentang pengalaman saya mengikuti TnT #6 dalam rangka memperingati Hari pendidikan Nasional (Hardiknas) bulan Mei 2017 yang diadakan di Dusun Coci Kec Pamboang Kabupaten Majene. Sebelumnya kami sudah digabungkan oleh panitia dalam satu group line untuk bisa berkomunikasi sesama volunter dan mempersiapkan segala sesuatunya pada saat TnT.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Saya dan relawan lainnya berkumpul di Tasha Centre Majene, tempat yang telah kami sepakati sebelumnya. Kami, volunter dari Polewali berangkat kesana dengan menggunakan Pete-Pete (angkutan umum). Sesampainya disana ternyata volunter dari Palu, Mamuju Tengah, Jakarta, Samarinda, Mamuju dan Makassar sudah tiba duluan disana. Kami saling bersalaman dan menanyakan nama masing-masing. Dengan menggunakan truk, para relawan dan panitia bergerak menuju lokasi sekolah.  Perjalanan diperkirakan akan memakan waktu selama satu jam. Tapi tunggu dulu, ini satu jam dari kota Majene ke Lereng desa ya. Pada saat di lereng desa kami semua turun dari truk. Saat itu jam menunjukkan Pukul 18.30 Wita. Hari sudah mulai gelap dan kami baru setengah perjalanan. Desa yang kami tuju masih harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 1 s/d 2 jam. Barang bawaan bertumpuk, kuda milik warga yang seharusnya menunggu untuk mengangkut barang-barang katanya sudah kembali keatas karena menunggu kami terlalu lama.

Nah, Koordinator 1000 Guru Sulbar (Kak Hadri) mengatakan bahwa beberapa relawan harus berangkat duluan ke Dusun untuk mencari bantuan untuk mengangkut barang. Namun beberapa orang harus tinggal dilereng desa dan menunggu bala bantuan dari Dusun. Jadilah saya, Kak Acha, Kak Gaffar, Kak Ucy dan kak Adiatma menunggu di lereng Desa sambil menjaga barang.

Berada di daerah pegunungan yang sudah pasti Listrik tidak ada. Suasana gelap gulita, suara jangkrik terdengar sangat jelas dan nyamuk pun punya santapan darah segar dari kami. Sementara menunggu bala bantuan, kami membuat api unggun untuk mengusir kantuk dan nyamuk. Selang 3 jam Kak Hadri, Kak ramli dan 3 orang anak SD kembali ke lereng desa. Mereka tidak membawa kuda untuk mengangkut barang. Sesaat kami memutar otak mencari cara bagaimana caranya barang sebanyak itu bisa sampai ke Dusun Cocci. Saat itu, masing-masing kami membawa 2 ransel (Depan Belakang), dan kedua tangan membawa barang juga.

Jalan menuju dusun coci sangat melelahkan, jalananya hanya setapak, jalanan yang sangat mendaki membuat kami harus berhenti setelah menempuh sekitar 50 meter perjalanan. Barang bawaan yang sangat berat membuat kami seakan menyerah untuk tiba di Desa. Pada saat berhenti untuk kesekian kalinya kak Hadri melempar pernyataan kepada kami katanya dia kadang berpikir untuk apa dia selalu mau melakukan kegiatan seperti ini. Padahal katanya dia bisa saja tidur-tiduran dirumah sambil online dan tidak perlu capek-capek untuk ikut TnT. Setelah kak Hadri, giliran Kak Uci yang nyeletuk katanya kalau saat pergi ke TnT kali ini dia sedang meninggalkan rapat dan sedang membicarakan proyek yang menghasilkan uang. Nah, kak Acha beda lagi dia pun sedang membuat laporan Desa yang sudah harus selesai namun dia tetap ikut TnT. Kak Ramli juga berpikir bahwa dia juga mengorbankan kumpul dengan keluarga demi ikut TnT. Lalu saya bagaimana? Yah.. saya juga mengorbankan pekerjaanku untuk ikut TnT kali ini, akhir bulan menjadi sangat penting bagi kami para bankir. Tapi saya telah menyelesaikan semua pekerjaanku sebelum ikut TnT. Tapi tetap saja sih masih kepikiran dengan kerjaan. Dari semua keluh kesah kami itu, satu jawaban yang kami dapat yaitu kami memiliki kepuasan tersendiri dan kami tidak ingin menikmati kebahagiaan kami sendiri. Kami ingin berbagi, karena mereka butuh KAMI.

Sharing session itu telah melahirkan energi positif bagi kami untuk bisa cepat tiba di Dusun Cocci. Setelah menempuh perjalanan 2 Jam lebih, kami akhirnya tiba di Sekolah dan menurunkan semua barang bawaan kami dan berkemas untuk istirahat. Barulah ketika jam tangan di pergelangan tangan kiri saya menunjukkan pukul  dua belas malam, kami semua sudah terlelap. Sayup-sayup mulai terdengar dengkuran demi dengkuran kelelahan. 

Teaching Ala 1000 Guru Sulbar

Tak ada suara mobil atau motor saat pagi menyambut kami. Yang ada hanyalah warga Desa yang datang melihat kami dengan malu-malu kucing. Sambil menunggu antrian kamar mandi, saya memutuskan untuk berkeliling di sekitar sekolah dan Dusun. Sejauh mata memandang yang terlihat hanya kebun coklat milik warga. Dari kejauhan saya melihat anak-anak berseragam pramuka sudah mulai berdatangan ke sekolah. Yang lainnya tampak curi-curi pandang kearah kami dengan senyum polos mereka. Sungguh pemandangan yang sangat mendamaikan.



Saya bertemu langsung dengan anak-anak itu di lapangan SDN 035 Coci, Dusun Coci Kec Pamboang, Kab Majene beberapa jam setelahnya. Mulai tampak senyum-senyum malu di wajah mereka karena bertemu dengan orang-orang asing, Beberapa dari mereka menggunakan sepatu, dan ada juga seragam yang sudah sobek. Sekolah ini terdiri dari 6 kelas Sekolah dasar (SD) dan 1 kelas Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah ini merupakan sekolah SATAP. Kenapa? Karena dusun ini sangat jauh dari kota dan kebanyakan anak-anak disni putus sekolah setelah tamat SD. Solusinya adalah dengan menambahkan SMP sehingga angka putus sekolah bisa menurun. Tapi anehnya, meskipun dilingkupi sekian banyak keterbatasan, tidak sedikitpun tampak kesedihan di wajah-wajah kecil mereka. Mata-mata berbinar dengan senyum mengembang itu serentak memperhatikan ada kamera yang memotret mereka sebelum barisan dimulai.


Anak-anak kami kumpulkan ditengah lapangan. Vounter dan adik-adik sekolah mulai berbaur dalam mengadakan ice breaking. Beberapa anak kewalahan mengikuti gerak senam yang dipandu oleh Kak Tina. Dalam barisan kami membagikan sarapan dan susu untuk adik-adik. Kegiatan kemudian dilanjutkan didalam ruangan kelas. Dua Puluh relawan disebar ke setiap kelas dan saya ditempatkan di kelas 7 SMP bersama dengan Kak Iis Imelda. Semuanya kelihatan senang mengikuti kegiatan hari itu. Tak perlu waktu yang lama untuk kami bisa berkenalan dengan adik-adik.
Untuk membuang rasa  bosan bagi adik-adik, kami membuat kegiatan didalam kelas menjadi dua sesi yaitu belajar dan bermain yang kami selang-selingi beberapa kali. Materi yang kami sampaikan untuk anak kelas 7 SMP adalah tentang Sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, namun sebelum sampai kesana kami menanyakan cita-cita mereka terlebih dahulu.  Hal yang amat membanggakan dari adik-adik Kelas 7 SMP ini adalah masing-masing mereka sudah punya cita-cita. Mereka sudah tau ingin jadi apa mereka kelak dan apa saja yang harus mereka lakukan. Beberapa anak ingin menjadi Polisi, karena ingin melindungi masyarakat dari orang jahat. Beberapa lainnya ingin menjadi guru karena ingin mengajar lebih banyak lagi siswa-siswa. Satu dua orang ingin menjadi dokter supaya nanti orang sakit tidak perlu jauh-jauh lagi berobat. Menggemaskan sekali melihat mereka menceritakan cita-citanya. Saya dan dokter IIS terus mencoba membakar semangat adik-adik ini supaya senantiasa melanjutkan pendidikan mereka. Bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita selalu bekerja keras dan melakukan yang terbaik yang kita bisa. Hidup jauh dari hiruk pikuk perkotaan, tanpa penerangan listrik maupun sarana pendidikan yang memadai sama sekali bukan penghalang jika mereka punya niat yang kuat.



Setelah selesai mengajar panitia mengumpulkan semua volunter dan adik-adik di lapangan. Kegiatan ditutup dengan membagikan donasi berupa tas sekolah, alquran dan alat tulis dari para donatur. Kemudian adik-adik diarahkan untuk menempel daun cita-cita ke Pohon Impian yang sudah disediakan panitia. Kami berharap, pohon impian itu selalu menjadi pengingat bagi mereka bahwa mereka punya cita-cita yang harus diwujudkan.

Traveling Ala 1000 Guru Sulbar

Setelah kegiatan teaching selesai, kami segera bergegas untuk packing dan berpamitan kepada warga. Kami akan menuju lokasi traveling dan akan menginap disana. Nama pantainya adalah Pantai Babatoa lapeo yang terletak di Kecamatan Campalagian Kab Polewali mandar. Sesampainya disana kami segera membersihkan diri dan santap malam bersama. Malam itu, kami mengadakan sesi refleksi dimana setiap volunter memperkenalkan diri masing-masing dan bagaimana kesan dan pesannya selama kegiatan teaching berlangsung.

Setelah acara refleksi selesai, beberapa relawan ada yang langsung istirahat karena keesokan harinya kami akan mengadakan wisata bahari. Namun ada juga beberapa relawan yang memutuskan untuk melakukan permainan sebelum tidur. Awalnya saya tidak tertarik jika mereka bermain “Uno”, namun setelah melakukan diskusi akhirnya diputuskan bahwa permainan yang dimainkan adalah permainan “Werewolf”. Saya pun sangat antusias karena memang sangat lama ingin memainkan game ini. Malam semakin larut, permainan ini mampu menghipnotis relawan lainnya untuk ikut bergabung. And until now, i love this game so much..

Keesokan harinya, semua volunter mengadakan senam bersama yang dipimpin oleh kak esong, wisata Baharipun dimulai dengan mengunjungi Pantai Palippis yang berada di Kec Pambusung Kab Polewali Mandar. Dari sana kami menuju Pantai Gonda untuk mengadakan snorkling.

Penutup

Kegiatan TnT 1000 Sulbar ini telah meberikan pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. Awalnya saya pikir bahwa saya mengorbankan sedikit Rupiah dan waktu yang saya punya untuk berbagi, sebagai bentuk rasa syukur saya terhadap apa yang telah Tuhan berikan pada saya selama ini. Namun ternyata berkorban bukanlah pilihan kata yang tepat karena apa yang saya terima malah jauh lebih besar daripada apa yang saya berikan. Saya mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan. Saya juga kini mendapatkan keluarga baru yang sangat menyenangkan. Sama halnya ketika saya berpikir bahwa saya datang kesana akan mengajarkan banyak hal pada anak-anak desa. Kenyataannya, saya malah diberkati dengan lebih banyak pelajaran-pelajaran hidup tentang ketulusan, kesabaran, kerja keras, dan yang paling penting adalah tentang bahagia tanpa peduli bagaimanapun keadaanya. Saya sangat senang, saya belajar bahwa bahagia seyogyanya adalah sesuatu yang dibawa di dalam diri kita, bukan sesuatu yang diciptakan dari lingkungan sekitar. Karena dengan begitu, bagaimanapun keterbatasan dan sulitnya keadaan yang kita hadapi, tidak akan mengusik rasa bahagia didalam dada. Terimakasih adik-adik di Dusun Coci, terimakasih kalian para volunter kece, sampai jumpa lagi...


Polewali, 5 Mei 2017

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...