Sabtu, 28 Agustus 2010

Sungguh Saya Tidak Suka Malaysia

Dengan kesal, seorang guru besar berujar kepada saya dalam sebuah diskusi. Menurutnya, apa dilakukan oleh Malaysia kepada rakyat Indonesia sama sekali tak membuat para petinggi kita marah, jengkel, atau menyampaikan pesan yang jelas mewakili perasaan rakyat kita. Bahkan, mereka para pejabat ini di dalam negeri telah menjadi jurubicara negara seberang. Begitu menyebalkan, tambahnya.

Selain soal tapal batas laut, tapal batas darat juga bermasalah, sudah berapa kali Pangdam Tanjung Pura menyatakan kepada media massa bahwa tapal batas darat di Kalimantan telah berpindah puluhan hingga ratusan kilometer ke wilayah Indonesia. Mereka para pengusaha Malaysia mengambil kayu-kayu dan membabat hutan dengan alat-alat berat. Mengapa tentara hanya diam saja, justru harus lapor dulu ke media massa. Saya pikir Pangdam mungkin sedang mengetes, siapa kira-kira  pejabat Jakarta yang bermain dibelakang. Sebab, kalau langsung diobrak-abrik kan bisa berabe dan membahayakan jabatan. Kedua, ya memang sudah kongkalikong sejak dulu.


Dalam menentukan batas laut di perairan selat makassar (Ambalat), Malaysia menyandarkan argumentasi sebagai negara kepulauan. Padahal, Malaysia adalah negara daratan, lagi-lagi pemerintah nampaknya bakal mengalah. Mungkin karena suap menyuap soal blok minyak.

Ada soal lain diluar tapal batas yang sesungguhnya adalah biang keladi persoalan. Tiada lain adalah soal TKI
Misalnya, sekarang pemerintah Malaysia dan Philipina bisa membuat kesepakatan bagus tapi tidak dengan Indonesia. Upah PRT dan buruh Philipina dibayar jauh lebih besar ketimbang upah pekerja Indonesia. Kenapa bisa, sebab tali temali korupsi PJTKI, Pejabat Indonesia dan aparat Malaysia yang begitu dalam. Jumlahnya yang begitu besar adalah sarang gemuk bagi korupsi dan pemerasan.
Passport buruh Indonesia bahkan tidak dipegang oleh sang buruh ketika di Malaysia, melainkan dipegang majikan. AKhirnya, buruh kita kerap kena peras kalau lagi jalan-jalan. Jadi, demi pungli di Malaysia, pemerasan, negara kita begitu lembek.

Demikianlah, banyak masalah dalam hubungan antara Indonesia dan Malaysia, semuanya bertahan karena korupsi di Indonesia dan juga di Malayasia. Karena brengseknya para pejabat di kedua negara.
kalau sudah panas biasanya keluarlah kata-kata bahwa kita saudara serumpun. Menurut Daoed Jusuf, mantan menteri penerangan, istilah serumpun adalah taktik Malaysia untuk mengambil dan mengklaim kebudayaan Indonesia seolah-olah juga ada disana. Bukankah klaim akan lebih mudah kalau serumpun?

Akhirnya, saya ingin menuliskan ini kepada pemerintah dan rakyat Malaysia
Sungguh, terasa benar bahwa setiap hari generasi saya dan generasi di bawah saya mempunyai perasaan tidak suka kepada Malaysia. Padahal, sudah pasti generasi inilah yang akan memegang kendali bangsa ini. Sebab kelak akan memimpin perusahaan, memimpin tentara, memimpin partai politik dan parlemen.
Sungguh terasa, bahwa sehebat apapun para pemimpin sekarang hendak menenangkan perasaan rakyat atas Malaysia, sesungguhnya tak bisa mereka lakukan. Pada generasi ini tidak ada sedikitpun perasaan minder, takut, atau merasa lebih bodoh dari Malaysia.

Tak bisa kubayangkan kalau soal-soal begini berlarut-larut kedepan dan saat anak-anak muda ini sudah mapan menggenggam Indonesia.
…..
Sungguh saya tidak suka menulis ini….

0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...