
Dalam postingan saya kali ini akan
menceritakan tentang pengalaman saya mengikuti satu kegiatan yang sebenarnya
sudah ingin saya ikuti sejak tahun 2015 lalu. Nama kegiatannya adalah TnT..
What’s that?
TnT merupakan kepanjangan dari Traveling
and Teaching. Program ini berasal dari komunitas 1000 Guru. Nah.. kali ini saya
mengikuti kegiatan TnT yang diadakan oleh 1000 Guru Sulbar. Dan topik yang saya
ingin ceritakan adalah kegiatan TnT #6 1000 Guru Sulbar. Let’s check it out..
Perkenalan dengan 1000 Guru Sulbar
Sebelum Sulbar
menjadi regional dari 1000 Guru, saya pernah mendengar komunitas ini dari teman
saya, Indra yang pernah mengikuti 1000 Guru di Sulsel. Berbekal pengalamanya,
di tahun yang sama kami mengadakan pertemuan pertama untuk pembentukan panitia
untuk mengadakan TnT perdana di Sulbar. Waktu itu Kak Appi, Ketua 1000 Guru
Sulsel datang ke Polewali Mandar untuk pertama kalinya memperkenalkan 1000 Guru
kepada kami. Dan saya pun terpilih menjadi Bendahara. Namun berjalan beberapa
minggu karena satu dan lain hal saya tidak bisa mengikuti kegiatan TnT pertama
(I have an Accident and gone to jakarta for two months). TnT pertama yang saya ikuti yaitu TnT #3 yang
diadakan di Tameroddo, Majene. Ini adalah awal kecintaan saya dengan TnT.
Sempat ragu ikut
lagi? Yes i do. Dulunya sempat ragu untuk ikut lagi karena kantor saya selalu
mengadakan lembur saat weekend. Namun, keraguanku luntur dan mendapat keyakinan
untuk ikut lagi. Pernah ada teman bertanya kepada saya, untuk apa ikut kegiatan
semacam ini? Lalu saya menjawab, untuk menjadi pegawai biasa itu terlalu
mainstream. Saya tidak mau menjadi pegawai biasa dan tidak berbuat apa-apa
dengan keadaan anak-anak sekarang yang sudah pernah saya lihat ketika TnT #3.
Jadilah saya mendaftar di TnT berikutnya hingga akhirnya TnT yang diadakan di
Dusun Cocci Kec Pamboang Kab Majene.
Tentu bukan dari kalangan pegawai
kantoran saja yang ikut, saya bersama dengan orang-orang hebat yang memantapkan
dirinya untuk ikut dalam kegiatan TnT ini. Salah satunya pengusaha, PNS,
Dokter, Fasilitator, Admin, Mahasiswa, Perawat dan masih banyak lagi. Berawal Dari Hati, Berbagi Untuk Anak Negeri, itulah modal awal
yang kami punya para volunter. Komunitas ini telah membuka pikiran kami tentang
anak-anak yang berada di pelosok nusantara yang tidak tersentuh oleh teknologi.
Bagaimana tidak, langkah untuk bergabung bersama komunitas ini meyakinkan saya
bahwa hati nurani dan pengorbanan menjadikan landasan utama saya untuk terjun
langsung bersama orang-orang hebat di dalamnya. Hanya satu tujuan yang sama yaitu
mengajar sekaligus berbagi kebahagiaan di pedalaman Indonesia.
Sasaran sekolah yang
ditujupun bukan main pedalamannya, kenapa harus di pedalaman? Disitulah tantangannya.
Kondisi pendidikan di Indonesia belum merata, para pemuda di Indonesia harus
tahu bahwa jauh di pelosok sana banyak generasi penerus bangsa yang pantas
mendapatkan pendidikan yang lebih layak.
Perjalanan
Menuju Dusun Coci
Seperti yang saya ceritakan tadi bahwa kali ini saya akan
menceritakan lebih banyak tentang pengalaman saya mengikuti TnT #6 dalam rangka
memperingati Hari pendidikan Nasional (Hardiknas) bulan Mei 2017 yang diadakan
di Dusun Coci Kec Pamboang Kabupaten Majene. Sebelumnya kami sudah digabungkan
oleh panitia dalam satu group line untuk bisa berkomunikasi sesama volunter dan
mempersiapkan segala sesuatunya pada saat TnT.
Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Saya dan relawan lainnya
berkumpul di Tasha Centre Majene, tempat yang telah kami sepakati sebelumnya. Kami,
volunter dari Polewali berangkat kesana dengan menggunakan Pete-Pete (angkutan
umum). Sesampainya disana ternyata volunter dari Palu, Mamuju Tengah, Jakarta, Samarinda,
Mamuju dan Makassar sudah tiba duluan disana. Kami saling bersalaman dan menanyakan
nama masing-masing. Dengan menggunakan truk, para relawan dan panitia bergerak
menuju lokasi sekolah. Perjalanan
diperkirakan akan memakan waktu selama satu jam. Tapi tunggu dulu, ini satu jam
dari kota Majene ke Lereng desa ya. Pada saat di lereng desa kami semua turun
dari truk. Saat itu jam menunjukkan Pukul 18.30 Wita. Hari sudah mulai gelap
dan kami baru setengah perjalanan. Desa yang kami tuju masih harus ditempuh
dengan berjalan kaki sekitar 1 s/d 2 jam. Barang bawaan bertumpuk, kuda milik
warga yang seharusnya menunggu untuk mengangkut barang-barang katanya sudah
kembali keatas karena menunggu kami terlalu lama.
Nah, Koordinator 1000 Guru Sulbar (Kak Hadri) mengatakan
bahwa beberapa relawan harus berangkat duluan ke Dusun untuk mencari bantuan
untuk mengangkut barang. Namun beberapa orang harus tinggal dilereng desa dan
menunggu bala bantuan dari Dusun. Jadilah saya, Kak Acha, Kak Gaffar, Kak Ucy
dan kak Adiatma menunggu di lereng Desa sambil menjaga barang.
Berada di daerah pegunungan yang sudah pasti Listrik tidak
ada. Suasana gelap gulita, suara jangkrik terdengar sangat jelas dan nyamuk pun
punya santapan darah segar dari kami. Sementara menunggu bala bantuan, kami
membuat api unggun untuk mengusir kantuk dan nyamuk. Selang 3 jam Kak Hadri, Kak
ramli dan 3 orang anak SD kembali ke lereng desa. Mereka tidak membawa kuda
untuk mengangkut barang. Sesaat kami memutar otak mencari cara bagaimana
caranya barang sebanyak itu bisa sampai ke Dusun Cocci. Saat itu, masing-masing
kami membawa 2 ransel (Depan Belakang), dan kedua tangan membawa barang juga.
Jalan menuju dusun coci sangat melelahkan, jalananya hanya
setapak, jalanan yang sangat mendaki membuat kami harus berhenti setelah
menempuh sekitar 50 meter perjalanan. Barang bawaan yang sangat berat membuat
kami seakan menyerah untuk tiba di Desa. Pada saat berhenti untuk kesekian
kalinya kak Hadri melempar pernyataan kepada kami katanya dia kadang berpikir
untuk apa dia selalu mau melakukan kegiatan seperti ini. Padahal katanya dia
bisa saja tidur-tiduran dirumah sambil online dan tidak perlu capek-capek untuk
ikut TnT. Setelah kak Hadri, giliran Kak Uci yang nyeletuk katanya kalau saat
pergi ke TnT kali ini dia sedang meninggalkan rapat dan sedang membicarakan
proyek yang menghasilkan uang. Nah, kak Acha beda lagi dia pun sedang membuat
laporan Desa yang sudah harus selesai namun dia tetap ikut TnT. Kak Ramli juga
berpikir bahwa dia juga mengorbankan kumpul dengan keluarga demi ikut TnT. Lalu
saya bagaimana? Yah.. saya juga mengorbankan pekerjaanku untuk ikut TnT kali
ini, akhir bulan menjadi sangat penting bagi kami para bankir. Tapi saya telah
menyelesaikan semua pekerjaanku sebelum ikut TnT. Tapi tetap saja sih masih
kepikiran dengan kerjaan. Dari semua keluh kesah kami itu, satu jawaban yang
kami dapat yaitu kami memiliki kepuasan tersendiri dan kami tidak ingin
menikmati kebahagiaan kami sendiri. Kami ingin berbagi, karena mereka butuh KAMI.
Sharing session itu telah melahirkan energi positif bagi kami
untuk bisa cepat tiba di Dusun Cocci. Setelah menempuh perjalanan 2 Jam lebih,
kami akhirnya tiba di Sekolah dan menurunkan semua barang bawaan kami dan
berkemas untuk istirahat. Barulah ketika jam tangan di pergelangan tangan kiri
saya menunjukkan pukul dua belas malam,
kami semua sudah terlelap. Sayup-sayup mulai terdengar dengkuran demi dengkuran
kelelahan.
Teaching Ala 1000 Guru Sulbar
Tak ada suara mobil atau motor saat pagi
menyambut kami. Yang ada hanyalah warga Desa yang datang melihat kami dengan
malu-malu kucing. Sambil menunggu antrian kamar mandi, saya memutuskan untuk
berkeliling di sekitar sekolah dan Dusun. Sejauh mata memandang yang terlihat
hanya kebun coklat milik warga. Dari kejauhan saya melihat anak-anak berseragam
pramuka sudah mulai berdatangan ke sekolah. Yang lainnya tampak curi-curi
pandang kearah kami dengan senyum polos mereka. Sungguh pemandangan yang sangat
mendamaikan.
Saya bertemu langsung dengan anak-anak itu
di lapangan SDN 035 Coci, Dusun Coci Kec Pamboang, Kab Majene beberapa jam
setelahnya. Mulai tampak senyum-senyum malu di wajah mereka karena bertemu
dengan orang-orang asing, Beberapa dari mereka menggunakan sepatu, dan ada juga
seragam yang sudah sobek. Sekolah ini terdiri dari 6 kelas Sekolah dasar (SD)
dan 1 kelas Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah ini merupakan sekolah
SATAP. Kenapa? Karena dusun ini sangat jauh dari kota dan kebanyakan anak-anak
disni putus sekolah setelah tamat SD. Solusinya adalah dengan menambahkan SMP
sehingga angka putus sekolah bisa menurun. Tapi anehnya, meskipun dilingkupi
sekian banyak keterbatasan, tidak sedikitpun tampak kesedihan di wajah-wajah
kecil mereka. Mata-mata berbinar dengan senyum mengembang itu serentak
memperhatikan ada kamera yang memotret mereka sebelum barisan dimulai.
Anak-anak kami kumpulkan ditengah lapangan. Vounter
dan adik-adik sekolah mulai berbaur dalam mengadakan ice breaking. Beberapa
anak kewalahan mengikuti gerak senam yang dipandu oleh Kak Tina. Dalam barisan
kami membagikan sarapan dan susu untuk adik-adik. Kegiatan kemudian dilanjutkan
didalam ruangan kelas. Dua Puluh relawan disebar ke setiap kelas dan saya
ditempatkan di kelas 7 SMP bersama dengan Kak Iis Imelda. Semuanya kelihatan
senang mengikuti kegiatan hari itu. Tak perlu waktu yang lama untuk kami bisa
berkenalan dengan adik-adik.
Untuk membuang rasa
bosan bagi adik-adik, kami membuat kegiatan didalam kelas menjadi dua
sesi yaitu belajar dan bermain yang kami selang-selingi beberapa kali. Materi yang
kami sampaikan untuk anak kelas 7 SMP adalah tentang Sumber daya alam yang
dapat diperbaharui dan Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, namun
sebelum sampai kesana kami menanyakan cita-cita mereka terlebih dahulu. Hal yang amat membanggakan dari adik-adik
Kelas 7 SMP ini adalah masing-masing mereka sudah punya cita-cita. Mereka sudah
tau ingin jadi apa mereka kelak dan apa saja yang harus mereka lakukan.
Beberapa anak ingin menjadi Polisi, karena ingin melindungi masyarakat dari
orang jahat. Beberapa lainnya ingin menjadi guru karena ingin mengajar lebih
banyak lagi siswa-siswa. Satu dua orang ingin menjadi dokter supaya nanti orang
sakit tidak perlu jauh-jauh lagi berobat. Menggemaskan sekali melihat mereka
menceritakan cita-citanya. Saya dan dokter IIS terus mencoba membakar semangat
adik-adik ini supaya senantiasa melanjutkan pendidikan mereka. Bahwa tidak ada
yang tidak mungkin jika kita selalu bekerja keras dan melakukan yang terbaik
yang kita bisa. Hidup jauh dari hiruk pikuk perkotaan, tanpa penerangan listrik
maupun sarana pendidikan yang memadai sama sekali bukan penghalang jika mereka
punya niat yang kuat.
Setelah selesai mengajar panitia mengumpulkan semua volunter
dan adik-adik di lapangan. Kegiatan ditutup dengan membagikan donasi berupa tas
sekolah, alquran dan alat tulis dari para donatur. Kemudian adik-adik diarahkan
untuk menempel daun cita-cita ke Pohon Impian yang sudah disediakan panitia. Kami
berharap, pohon impian itu selalu menjadi pengingat bagi mereka bahwa mereka
punya cita-cita yang harus diwujudkan.
Traveling Ala 1000 Guru Sulbar
Setelah kegiatan teaching selesai, kami segera bergegas untuk
packing dan berpamitan kepada warga. Kami akan menuju lokasi traveling dan akan
menginap disana. Nama pantainya adalah Pantai Babatoa lapeo yang terletak di
Kecamatan Campalagian Kab Polewali mandar. Sesampainya disana kami segera
membersihkan diri dan santap malam bersama. Malam itu, kami mengadakan sesi
refleksi dimana setiap volunter memperkenalkan diri masing-masing dan bagaimana
kesan dan pesannya selama kegiatan teaching berlangsung.
Setelah acara refleksi selesai, beberapa relawan ada yang
langsung istirahat karena keesokan harinya kami akan mengadakan wisata bahari. Namun
ada juga beberapa relawan yang memutuskan untuk melakukan permainan sebelum
tidur. Awalnya saya tidak tertarik jika mereka bermain “Uno”, namun setelah
melakukan diskusi akhirnya diputuskan bahwa permainan yang dimainkan adalah
permainan “Werewolf”. Saya pun sangat antusias karena memang sangat lama ingin
memainkan game ini. Malam semakin larut, permainan ini mampu menghipnotis
relawan lainnya untuk ikut bergabung. And until now, i love this game so much..
Keesokan harinya, semua volunter mengadakan senam bersama
yang dipimpin oleh kak esong, wisata Baharipun dimulai dengan mengunjungi
Pantai Palippis yang berada di Kec Pambusung Kab Polewali Mandar. Dari sana
kami menuju Pantai Gonda untuk mengadakan snorkling.
Penutup
Kegiatan TnT 1000 Sulbar ini telah meberikan pengalaman yang
tidak akan pernah saya lupakan. Awalnya saya pikir bahwa saya mengorbankan
sedikit Rupiah dan waktu yang saya punya untuk berbagi, sebagai bentuk rasa
syukur saya terhadap apa yang telah Tuhan berikan pada saya selama ini. Namun
ternyata berkorban bukanlah pilihan kata yang tepat karena apa yang saya terima
malah jauh lebih besar daripada apa yang saya berikan. Saya mendapatkan
pengalaman yang tak terlupakan. Saya juga kini mendapatkan keluarga baru yang
sangat menyenangkan. Sama halnya ketika saya berpikir bahwa saya datang kesana
akan mengajarkan banyak hal pada anak-anak desa. Kenyataannya, saya malah
diberkati dengan lebih banyak pelajaran-pelajaran hidup tentang ketulusan,
kesabaran, kerja keras, dan yang paling penting adalah tentang bahagia tanpa
peduli bagaimanapun keadaanya. Saya sangat senang, saya belajar bahwa bahagia
seyogyanya adalah sesuatu yang dibawa di dalam diri kita, bukan sesuatu yang
diciptakan dari lingkungan sekitar. Karena dengan begitu, bagaimanapun
keterbatasan dan sulitnya keadaan yang kita hadapi, tidak akan mengusik rasa
bahagia didalam dada. Terimakasih adik-adik di Dusun Coci, terimakasih kalian
para volunter kece, sampai jumpa lagi...
Polewali, 5 Mei 2017
0 komentar:
Posting Komentar